Kamis, 03 Juni 2010

Sekelumit cerita dari transportasi Jakarta Vol I

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita pembatasan BBM untuk kendaraan roda dua dan berita tentang penghapusan Three in one dibeberapa ruas jalan utama. Mungkin maksud pemerintah untuk kedua hal tersebut adalah kita sebagai rakyat mau untuk lebih memilih angkutan umum/transportasi umum. Langkah yang bijak di satu sisi karena akan mengurangi kemacetan yang saat-saat ini semakin parah yang menurut analisa para pakar transportasi, Jakarta akan mengalami stag ( maksudnya kalo kita berkendara tidak bisa kemana-mana ) pada tahun 2015.
Pembatasan BBM, maksud pemerintah mungkin agar kita dapat mengurangi penggunaan BBM untuk transportasi yang pada gilirannya menghemat sumber daya alam. Penghapusan Three in One, maksudnya agar uang yang biasanya digunakan untuk membayar joki three in one bisa masuk kantong pemerintah dengan suatu mekanisme ( sampai saat ini saya belum tahu mekanismenya) tapi yang jelas ketika sebuah kendaraan roda empat masuk ke jalan utama wilayah three in one maka kendaraan roda empat tersebut akan dikenakan biaya restribusi yang saya dengar kira-kira Rp 20.000 sekali masuk jalan tersebut.
Disatu sisi memang baik, dengan alasan yang saya sebutkan diatas tapi disisi lain apakah angkutan umum sebagai alat transportasi yang kita pakai sehari-hari sudah layak untuk di gunakan? pertanyaan ini masih bisa diperdebatkan , sudah amankah angkutan umum kita dan sudah nyamankah angkutan umum kita?saya punya sedikit cerita menarik mengenai angkutan umum di jakarta, karena kebetulan saya sering menggunakan angkutan tersebut untuk pergi dan pulang untuk menjalani aktifitas kantor. Pernah suatu saat ketika saya pulang malam dari rutinitas kantor saya naik kopaja P.19, dan saya naik dari duku atas menuju Blok M. Ditengah perjalanan naiklah beberapa orang kedalam kopaja dengan pakaian lusuh dan lecek. Dan mulailah mereka dengan aktifitasnya"kami disini cuma minta sedikit dari rejeki anda untuk makan, seribu atau dua ribu tidak akan membuat kami kaya dan juga tidak akan membuat anda miskin", kata salah seorang dari mereka. seperti biasa itu kata standard yang digunakan mereka untuk mendapatkan uang dari penumpang. Awalnya saya agak cuek karena entah untuk yang keberapa kali orang seperti itu masuk ke angkutan umum. Tapi ketika salah seorang dari mereka menyilet nadi tangannya sendiri, saya sedikit kaget campur ngeri dan bergidik, " ya ampun ko nyari uang dengan cara yang aneh gitu, gak ada cara lain apa",pikirku dalam hati. Mungkin orang yang tadinya niat mau ngasih uang buat mereka jadi berpikir ulang melihat cara mereka yang bikin ngeri seperti itu. Ditambah dengan kata bernada ancaman dari mereka," silet ini tajam, bagaimana kalau silet mengenai tangan anda,"demikian kata salah seorang dari mereka. walhasil hanya sedikit orang yang ngasih sedikit rejekinya pada mereka.
Cerita lain adalah ketika saya menaiki busway (bus transjakarta), yang katanya menurut Pemerintah Propinsi DKI Jakarta merupakan angkutan umum yang paling modern dan memenuhi syarat sebagai moda transportasi yang cocok untuk kota besar di jakarta, saya sering menyaksikan antrian yang sangat panjang di beberapa titik, seperti Dukuh Atas dan halte Tu gas, ketika jam padat/sibuk yaitu berangkat dan pulang kerja. Bahkan pemandangan yang kurang sedap sering saya saksikan ketika saya pulang dari kantor dan transit di halte Duku Atas 2 , dimana antrian yang sangat panjang sudah dimulai dari halte Duku Atas 2 sampai jembatan paling atas yang menghubungkan halte Duku Atas 2 ke Duku Atas 1. Antrian itu memakan dua sisi jembatan yang sebenarnya hanya cukup nyaman dilewati 2 orang secara bersamaan. Hingga ketika saya melewati kedua barisan untuk melewati halte Duku Atas 1 terasa sesak,dan sempit. Satu hal yang jadi pertanyaan saya dalam hati adalah apa mungkin orang yang terbiasa naik mobil dengan segala kenyamanannya mau merubah kebiasaan tersebut untuk naik transportasi busway. Belum lagi dengan banyaknya pengamen yang ada di bis, pernah suatu saat ketika melakukan perjalanan dari Blok M menuju radio dalam dengan menggunakan metromini S 72 jurusan Blok M - Lebak bulus, saya sempet menghitung jumlah pengamen yang keluar masuk bis yang saya tumpangi ada sekitar 10 pengamen baik individual atau berkelompok. Saya sebenarnya simpati dengan mereka yang tetap mau berjuang mendapatkan rejeki yang halal ditengah keterbatasan lapangan pekerjaan saat ini, walau suaranya kadang kurang enak didengar , tapi kalau sampai 10 x ,jadi sumpek juga.
Well, itu sekelumit cerita saya mengenai transportasi jakarta khususnya yang biasa saya gunakan sehari-hari untuk aktifitas rumah menuju kantor, suatu saat cerita ini akan saya sambung lagi.(To be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar